Jakarta, Sumbawanews.com. – Mayoritas pemilik suara sepakat pemilihan ketua umum PPP diputuskan melalui sistem musyawarah mufakat. Hal itu untuk menghindari pembentukan kepengurusan berdasarkan kelompok tertentu.
Muktamar PPP ke-VIII berlangsung alot. Sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 16.30 WIB, peserta masih sibuk membahas dan memutuskan tata cara pemilihan ketua umum, ketua formatur dan anggota fomatur.
Ada dua pilihan yang membuat muktamar hari kedua ini alot. Menggunakan sistem voting dan musyawarah mufakat dalam memilih ketua umum.
Pimpinan sidang akhirnya memanggil semua pemilik suara ke depan. Mereka dipanggil berdasarkan provinsi masing-masing.
Pemilik hak suara diminta memilih pilihannya. Apakah mekanisme voting atau mufakat dengan mengacungkan jari.
Mayoritas mendukung musyawarah mufakat. Bahkan ada sejumlah provinsi yang semuanya satu suara memilih musyawarah mufakat. Jarang sekali ada yang setuju dengan mekanisme voting.
Politikus PPP Arsul Sani mengatakan, musyawarah mufakat adalah pendapat hukum dari Mahkamah Partai.
Sebelum Muktamar ini berlangsung, pendapat hukum Mahkamah Partai sudah disosialisasikan ke daerah melalui musyawarah kerja wilayah. Asrul mengklaim, pendapat hukum ini disetujui daerah.
“Karena diharapkan semua kelompok yang ada tertampung. Kalau voting, ada yang meresa kalah dan menang. Tentu pihak yang menang ingin menyusun kepengurusan berdasarkan kelompoknya sendiri,” kata Arsul di sela-sela Muktamar, di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (9/4/2016).
Arsul menegaskan, tidak ada skenario khusus melalui pendapat hukum mahkamah partai untuk memuluskan kader tertentu, termasuk calon ketua umum Romahurmuziy.
“Musyawarah mufakat itu bukan paksaan. Ada juga yang menyebut ini menjadi mekanisme untuk meloloskan Romy, tidak juga,” ujarnya.
Setelah ada kesepakatan dilakukan pemilihan secara aklamasi, maka semua pemilik suara menyepakati menunjuk Muhamad Romahurmuzy sebagai ketua Umum Partai PPP periode 2016 – 2021. (Erwin S)