Jakarta, Sumbawanews. com. – Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan jika Muhammad Bahrun Naim teroris asal Surakarta, Indonesia yang kini menetap di Suriah bergabung dengan Islamic State Iraq and Suriah (ISIS) terus melakukan provokasi melalui akun faceboook-nya setiap hari selama 24 jam. Setidaknya dia berkomunikasi dengan pendukungnya di Indonesia sampai 300 kali selama 24 jam. Selain melalui pesan di FB, Bahrun Naim juga berkomunikasi melalui telegram, yang bahasanya sulit dipahami.
“Tapi, substansi komunikasi tersebut menyangkut tiga hal penting; yaitu doktrin melakukan jihad, membuat bom dan senjata, dan bagaimana bisa berangkat ke Suriah. Kalau ada yang sanggup membuat bom dan senjata, maka akan dibiayai. Itu sudah menelan korban lelaki 14 tahun yang diperintah membuat 10 bom, tapi belum dioperasikan untuk diledakkan, sehingga kepolisian belum bisa melakukan penahanan,” tegas Badrodin Haiti dalam diskusi ‘Urgensi Revisi UU tentang Tindak Pidana Terorisme sebagai upaya Pemerintah dalam Melindungi Kedaulatan dan Warga Negara Indonesia’ – sinergitas peran komponen bangsa dalam aksi terorisme di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (30/5/2016).
Hadir sebagai pembicara antara lain Kapolri Badrodin Haiti, Kasum Laksdya TNI Didit Heriawan, Syarifudin Sudding (Hanura), Aziz Syamsuddin (Golkar), Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, Ketua Umum Golkar Setya Novanto, Ketua DPD RI Irman Gusman, dan lain-lain.
Karena itu Badrodin meminta masyarakat waspada terhadap berbagai gerakan radikalisme itu melalui pencerahan dan pendekatan social lain, agar anak-anak tidak terjebak ke dalam pemahaman agama yang tidak benar. Mengapa? “Banyak keluarga yang tidak paham dan tidak menyadari jika ada anggota keluarganya terlibat gerakan radikalisme tersebut dan sulit terdeteksi,” ujarnya.
Doktrin jihad mereka ini kata Badrodin, dengan dalil-alil tertentu yang dikuatkan oleh agama, sehingga dibutuhkan para ulama dan kiai yang menguasai agama yang moderat untuk mementahkan dalil-dalil jihad mereka tersebut.
Sementara itu penegakan hukum selama ini setidaknya ada 300 kasus yang ditangani kepolisian dan sebanyak 1.616 orang berurusan dengan aparat, 37 anggota Polri tewas dan 73 luka-luka. “Khusus di Poso yang ditangkap 63 orang dalam proses hukum. Kita mencegah agar mereka ini tidak membesar di masyarakat. Apalagi ada yang mendukung, maka akan muncul Santoso- Santoso yang lain. “Memang Santoso belum ditemukan, tapi pengikutnya sudah ditangkap dan kini hanya tinggal 15 – 20 orang. Dan, operasi gabungan antara TNI/Polri ini sangat efektif dan harus dilanjutkan,” tambah Badrodin.
Menurut Badrodin, menindak terorisme tersebut dengan tiga langkah penting; yaitu intelegen, operasi di lapangan, dan investigas. Intelejen sulit untuk menemukan di mana Santoso berada, sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara aparat dengan seluruh elemen masyarakat.
Selanjutnya mengenai rehabilitasi dan edukasi, dilakukan melalui pendekatan keagamaan, sosial dan lainnya. Pendekatan agama untuk mematahkan konsep mereka tentang jihad dan negara Islam, pendekatan psikologis, pembinaan, olah raga, pelatihan-pelatihan dan sebagainya.(Erwin S)