Quantcast
Channel: Sumbawanews
Viewing all articles
Browse latest Browse all 21676

Eva Kusuma Sundari : reshuffle II ini diharapkan Mampu Meningkatkan Ekonomi Negara Ini

$
0
0

JAKARTA, Sumbawanews.com. – Ditariknya kembali Sri Mulyani Inderawati (SMI) sebagai Menteri Keuangan RI dalam kabinet kerja Jokowi-JK semata untuk memperkuat fondasi fiskal, namun tetap harus berpijak pada Nawacita yang menjadi dasar pembangunan ekonomi Jokowi. Hal itu menyadari situasi ekonomi global yang kurang baik saat ini, sehingga dibutuhkan ekonom yang handal dan berpengalaman.

“Jadi, SMI dalam menjalankan tugasnya akan dikawal dan dievaluasi melalui Nawacita yang menjadi dasar pembangunan ekonomi pemerintahan Jokowi. Dengan, fondasi kekuatan fiscal jangka panjang, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan membaik,” tegas anggota FPDIP DPR Eva Kusuma Sundari dalam dialektika demokrasi ‘Arah politik ekonomi politik Jokowi pasca reshuffle II,’ bersama pengamat ekonomi Dradjad Wibowo, dan peneliti utama LIPI Siti Zuhro di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (28/7/2016).

Ketika ditanya, apakah benar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri makin ditinggalkan oleh Jokowi, karena tetap memilih SMI dan Rini Soemarno (RS) tidak dicopot, sementara PDIP dan rekomendasi Pelindo II DPR RI yang diketuai oleh Rieke Diah Pitaloka (PDIP) mendesak Presiden RI mencopotnya dari BUMN?

“Itu sama sekali tidak benar. Bahwa Ibu Megawati orang yang sangat menjunjung tinggi protokoler, menghormati keadaban, dan komunikasinya dengan Jokowi sangat baik. Ibu Mega orangnya bukan ‘slonong boy’. Jadi, Pak Jokowi ingin menunjukkan bahwa reshuffle itu hak prerogative presiden,” ujarnya.

PDIP pun kata Eva, akan tetap konsisten dengan sikapnya untuk mengawal Jokowi dan Nawacita. Termasuk dalam melakukan evaluasi kinerja para menterinya. “Jika keluar dari Nawacita dan Trisakti, PDIP pasti akan melakukan koreksi. Demikian juga untuk Presiden Jokowi yang memang diusung oleh PDIP. Jadi, PDIP tidak pernah berbalik arah, yakni konsisten,” pungkasnya.

Sementara itu Irma Suryani menegaskan jika NasDem sejak awal menyadari koalisi tanpa syarat. Karena itu jika ada kader NasDem direshuffle, semata berdasarkan basis kinerja, maka tidak masalah. “NasDem tidak akan ribut, dan tidak pula mendekte presiden untuki reshuffle. Hanya saja reshuffle ini belum sentuh kesejahteraan sosial, karena Menteri Pertanian yang seharusnya mencetak sejuta sawah sampai saat ini, irigasi saja belum dibangun. Jadi, masih terkesan berbasis politik,” kata politisi NasDem itu.

Dradjad Wibowo melihat reshuffle kabinet II ini kesan politiknya jauh lebih besar daripada ekonomi, meski sector ekonomi yang lebih banyak dirombak. Tapi, langkah Jokowi tersebut ingin menunjukkan bahwa Jokowi sebagai Presiden RI. “Reshuffle II ini Jokowi ingin menegaskan bahwa dirinyalah sebagai Presiden RI. Bukan orang lain, bukan juga Wapres, juga dia bukan sebagai petugas parpol, dan ingin menegakkan presidensial. Bahkan orang-orang Wapres ikut dicopot,” jelas mantan politisi PAN itu.

Karena itu Dradjad menyambut positif dan acungkan jempol untuk langkah Jokowi dala,m reshuffle kabinet kali ini yang dilakukan di tengah multi partai, yang kompleks.

Tapi, kenapa dengan Sri Mulyani Inderawati (SMI)? SMI itu mazhabnya Konsensus Washington (KW), karena KW itu neoliberalisme sebagaimana dilakukan mantan Wapres Boediono, Laksama Sukardi dan lain-lain. Mengapa? “Dampak KW itu adalah ketimpangan akan naik, pengangguran akan naik, dan seluruh perekonomian dan keuangan nasional dikuasai asing. Jadi, KW itu akan mempengaruhi banyak orang. Kita memang tidak bisa lepas globalisasi, namun harus cerdas,” tambah Drdjad.

Selain itu dengan KW tersebut kata Dradjad, pekerja, buruh, petani dan negara relative akan tergantung kepada asing. Contohnya daging sapi. Begitu permintaan meningkat dan stok berkurang, solusinya selalu impor. Dengan impor maka akan memukul peternak dalam negeri. Padahal, kalau mau, dana desa Rp 46 triliun itu justru bisa untuk memberdayakan peternak sapi di 77 ribu desa. “Per desa Rp 60 jutaan bisa untuk pengembangan sapi. Daripada melacur di kota, mending dana desa itu dipotimalkan,” jelasnya.

Tapi, mudah-mudahan dengan dikawal oleh Nawacita PDIP, SMI bisa ditarik ke tengah. Ditambah dengan pengalamannya dengan negera-negara miskin di dunia, semoga Indonesia makin baik. “Kalau SMI bisa dibawa ke tengah, maka saya pasti mendukung SMI sebagai Menkeu RI. Namun, kalau tidak, Indonesia akan drop, jatuh. SMI memang direspon positif pasar, karena para spekulan senang dengan tingginya bunga dollar AS (saham) sampai 11 %,” ungkapnya.

Bagaimana dengan Rini Soemarno? Menurut Dradjad, Jokowi tidak mengikuti tekanan politik, sehingga menteri BUMN itu tetap dipertahankan. Bahkan menteri-menteri yang menentang Rini, dalam reshuffle kali ini terbukti terpental. Mantan Mendag RI Thomas Lembong misalnya yang tidak mampu menetapkan harga daging sapi Rp 80 ribu, sementara kebijakan importir itu ada di BUMN, namun Thomas tetap digeser. “Jadi, Jokowi malu dengan ucapannya Rp 80 ribu, tapi di lapangan harganya tetap tinggi. Itu juga bukti bahwa Rini adalah kepercayaan Jokowi,” kata Dradjad.

Meski reshuffle itu positif, tapi tetap ada kesan kegelisahan stabilitas fiskal pemerintah akibat kondisi perekonomian global. Tapi, siapapun Presiden Ri akan menghadapi kesulitan yang sama. Sehingga paket kebijakan ekonomi yang sudah belasan itu tidak berjalan di lapangan. “Selain ekonomi global, juga terhambat pelaksanaannya akibat gagal dalam melakukan reformasi birokrasi. Ditambah lagi UU Tax Amnesty, pengampunan pajak juga sulit berjalan. Kalaupun masuk ke Indonesia, mungkin hanya recehan. Sebab, tak mungkin orang kaya yang sudah nyaman di luar negeri akan mengembalikan uangnya ke Indonesia,” katanya.

Namun demikian Dradjad optimis aka nada pertumbuhan ekonomi walau kecil, tapi hal itu bukan karena SMI melainkan duntungkan oleh perkembangan ekonomi global yang memang mulai membaik. Baik Amerika Serikat, Eropa, Cina, dan negara lainnya. “Jadi, pertumbuhan ekonomi ke depan bukan karena Sri Mulyani, melainkan akibat pengaruh global yang memang sudah mulai membaik,” pungkasnya.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan kata Siti Zuhro, mengapa Presiden Jokowi sampai saat ini belum pernah menjelaskan alasan reshuffle kabinet itu. Baik reshuffle pertama maupun kedua. “Pak Wiranto diangkat justru rangkap jabatan dengan Ketua Umum Hanura. Ini menunjukkan bahwa Jokowi tidak konsisten. Untuk itu kalau dulu masyarakat berharap besar dengan Jokowi, maka kini seharusnya biasa saja. Sebab, janji-janjinya banyak yang diingkari. Kalau sampai akhir jabatannya ekonomi terus memburuk, maka akan memunculkan keresahan social yang tinggi dan itu membahayakan Jokowi,” tuturnya.(Erwin S)


Viewing all articles
Browse latest Browse all 21676

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>