Jakarta, – sumbawanews.com. – Anggota Komite I DPD RI Antung Fatmawati menyatakan kecewa terhadap pemotongan sejumlah mata anggaran dalam APBNP tahun 2016 oleh Pemerintah, terutama pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) yang di distribusikan ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia. Hal tersebut disampaikan Anggota DPD RI Dapil Kalsel ini kepada Wartawan di Gedung MPR, DPR DPD RI Senayan Jakarta. Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016, tentang penundaan pembayaran DAU ke 169 daerah. Kalimantan Selatan termasuk salah satu provinsi yang terkena penundaan tersebut.
“Hak budgeting itu ada di DPR, DPD dan APBN itu ditetapkan dengan undang-undang. Maka perubahan apapun yang ada pada APBN itu juga harus dilakukan melalui pembahasan bersama dengan DPR, dan DPD baru ditetapkan dengan undang-undang juga”, ungkap Antung Fatmawati kepada Wartawan di Gedung MPR, DPR, DPD RI, Jumat, (16/9/2016).
“Apalagi jika ini berkaitan dengan Dana Alokasi Umum. Hal ini diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. DAU itu ada rumusnya. Angka-angka DAU tersebut muncul melalui persetujuan bersama Eksekutip dan Legeslatip dalam bentuk UU APBN. Jadi Pemerintah seharusnya tidak bisa sembarangan melakukan pemangkasan DAU”, ungkap Antung Fatmawati.
Antung juga menyatakan bahwa Pemerintah harus transparan kepada daerah terkait alasan kenapa DAU suatu daerah ditunda dan daerah lain tidak.
“Pemprov Kalsel misalnya, mendapat pemotongan Rp. 200 sampai Rp 300 Miliard.
Di Kalsel juga ada lima kabupaten dan kota yang DAU-nya ditunda, yakni Kabupaten Banjar, Banjarbaru, Tanahlaut, Hulu Sungai Utara serta Tabalong. Provinsi Kalsel juga termasuk yang mengalami penundaan penyaluran DAU. Jika ditotal, DAU yang batal tersalur ke Kalsel mencapai setengah triliun rupiah.
Antung Fatmawati menjelaskan bahwa dalam UU no 33/2004, DAU adalah fiscal gap, yaitu kebutuhan fiskal suatu daerah dikurangi kapasitas fisikalnya. Dengan kata lain, DAU adalah selisih antara seberapa kebutuhan daerah dikurangi berapa kemampuan daerah. Kebutuhan daerah diatur dalam undang-undang berdasarkan banyak hal. Di antaranya indeks luas daratan dan indeks jumlah penduduk yg berada di wilayah tersebut. Kehadiran tiap manusia Indonesia dikonversi menjadi rupiah dalam DAU.
Seharusnya tidak ada satupun pasal yang membolehkan pemerintah pusat melakukan pemotongan DAU. Semua bentuk pemotongan dan atau penundaan atas angka-angka yg sudah ditetapkan dalam undang-undang dimaknai sebagai bentuk punishment. Undang-undang memberikan hak Pemerintah Pusat melakukan pemotongan dana atau penundaan pencairan DAU sebagai bentuk hukuman pada daerah akibat dari, pertama, tidak menetapkan dalam APBD 10% dari DAU nya untuk Dana Desa. Kedua, karena keterlambatan penetapan APBD. Ketiga, serapan APBD Rendah. Keempat, terkait dengan perjanjian hutang daerah. Punishment itupun diatur ketat dalam undang-undang dan butuh persetujuan banyak pihak sebagai dasar Pemerintah Pusat memotong atau menunda. “Jadi jika Pemerintah memotong DAU, itu sama saja dengan memberikan hukuman kepada semua kepala daerah di Indonesia”, tandas Antung.
Menurut Antung, langkah yang paling tepat untuk melakukan penundaaan adalah dengan melakukan kembali pembahasan dan penetapan APBNP tahun 2016. Iapun mendorong Pemerintah untuk berhati-hati dan segera melakukan pembahasan APBNP bersama DPR RI.
Akan tetapi, Antung juga mendorong para kepala – kepala daerah mencari sumber pendapatan lain guna menutupi defisit anggaran di daerah.
Lanjut Antung, pada dasarnya DPD RI sebagai perwakilan daerah dari Kalimantan Selatan ini sangat memahami langkah yang diambil pemerintah dalam mengatasi defisit anggaran tersebut, dengan cara memangkas anggaran. Namun begitu, Antung juga memahami jeritan pemda yang terpaksa harus berpikir keras mengatasi pembiayaan berbagai kegiatan pembangunan.
“Saya menganjurkan kepada rekan-rekan kepala daerah untuk secepat mungkin mencari sumber-sumber pendanaan lain. Untuk itu, memang dibutuhkan inovasi dan terobosan-terobosan dari para pimpinan di daerah,” Harap Senator Asal Kalimantan Selatan ini. ( Erwin S)