Jakarta, Sumbawanews.com. – Tim 7 yang di bentuk Fraksi PDIP di DPR RI mengatakan tidak akan Pemerintah tidak boleh memberikan perpanjangan Kontrak Karya (KK) bagi PT Freeport Indonesia. Waupun renegosiasi kontrak karya (KK) dengan PT Freeport Indonesia masih terus dilakukan, pemerintah diminta mengikuti peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Jika pemerintah ingin memperpanjang kontrak Freeport, statusnya harus berupa izin usaha pertambangan (IUP), bukan lagi dalam bentuk KK.
Hali itu dikatakan, Ketua Sektretaris Poksi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Donny Oekoen saat jumpa Pers di ruang rapat FPDIP DPR, Lantai 7, Gedung Nusantara I DPR, Senin (19/10).
“Kita akan menyampaikan, kembali dengan polemik yang ada sekarang tidak sesuai dengan UU yang berlaku yakni UU Nomor 4/2009 tentang Minerba,” kataDonny Oekoen.
Menurutnya, restu pemerintah atas perpanjangan Kontrak karya PT Freeport Indonesia seperti pernah disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said melenceng dari UU Minerba. “Sudah keluar dari UU. Karenanya kita akan meminta kepada Pemerintah agar tetap dan mengacu kepada UU negara ini.” tegasnya.
Bahkan menurut Donny PT Freeport harus tetap menunggu hingga 2019 apabila ingin melakukan perpanjangan kontrak. “Peraturannya itu jelas bahwa perpanjangan itu diperbolehkan dua tahun sebelum kontrak habis, berarti sebelum 2021, yaitu 2019,” katanya.
Lanjut Donny,kedepan PT Freeport tidak ada lagi perpanjangan Kontrak karya, akan tetapi semua penambang di negara ini harus tunduk pada Undang Undang yang berlaku di indonesia. ” Mereka harus tunduk pada UU No 4 tahun 2009, sehingga otomatis tidak adalagi KK, sehingga mereka harus mengurus IUP. ” Ucapnya.
Kontrak Freeport dengan pemerintah Indonesia untuk mengelola tambang emas dan tembaga di Papua akan berakhir pada 2021. Sebelumnya pihak PT Freeport menginginkan dilakukan perpanjangan kontrak selama 20 tahun ke depan hingga 2041.
Disis lain, Srikandi asal Ambon yang juga anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Mercy Chriesty Barend mengatakan, mengatakan, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), perpanjangan kontrak paling lama 10 tahun. Jika diperpanjang, status kontraknya harus berupa IUP, bukan lagi berbentuk KK.
“Pemerintah jangan mau diatur-atur Freeport lagi. Ketika KK habis, hak pemerintah memilih, diperpanjang atau tidak. Apabila memilih diperpanjang, pemerintah harus mengikuti UU Minerba, bahwa masa kontraknya hanya 10 tahun. mereka ingin 20 tahun, mereka harus menunggu keputusan pemerintah setelah habis masa kontrak yang 10 tahun ini,” tuturnya.
Ia juga mengatakan mengatakan, pemerintah tidak boleh ragu-ragu menjalankan amanat undang-undang. Menurutnya, jika proses yang dijalankan sesuai perundang-undangan yang berlaku, secara hukum pemerintah Indonesia kuat.
Apabila pemerintah memilih tidak memperpanjang kontrak bersama Freeport, 100 persen hak pengelolaan tambang di Papua akan kembali kepada pemerintah. Dengan demikian, Freeport sudah tidak memilik hak lagi terhadap tambang yang kini dikelolanya.
“Dengan begitu, manfaat secara finansial diperoleh Indonesia sebab deviden dan keuntungan bisa dinikmati pemerintah,” ujarnya.
Ia mengingatkan pemerintah soal pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang atau smelter, serta soal divestasi. Keduanya merupakan kewajiban para pengelola tambang, termasuk Freeport, kepada pemerintah Indonesia. Hal ini tidak bisa dijadikan posisi tawar oleh Freeport untuk meminta perpanjangan.
“Masak kewajiban nggak dilakukan, tapi malah meminta perpanjangan 20 tahun. Kalau pemerintah menurut sama mau mereka (Freeport), pemerintah jelas-jelas melanggar undang-undang dan aturan yang ada,” ucapnya.
Terkait masalah divestasi, ia menjelaskan, apabila perhitungan sahamnya yang didasarkan pada future value dan mineral di pertambangan Papua diklaim sebagai milik Freeport, hal itu juga merupakan pelanggaran. Ini karena mineral menjadi milik perushaan setelah membayar kewajiban, yaitu iuran produksi. Dengan begitu, Freeport bisa menilai sahamnya dengan memasukkan mineral sebagai miliknya apabila iuran produksi dibayar dimuka. Namun, hal itu belum dilakukan perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut saat ini.
“Jangan sampai pemerintah membeli miliknya sendiri,” serunya.
Sementara itu,Adian Yunus Yusak Napitupulu mengatakan, jika pemerintah memang ingin memperpanjang kontrak Freeport, hal tersebut harus dilakukan sesuai undang-undang. Menurutnya, UU Minerba telah mengatur bahwa perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir atau pada 2019 untuk kasus Freeport.
“Kalau pemerintah ingin memperpanjang kontrak tahun ini dengan alasan Freeport membutuhkan kepastian hukum karena akan berivestasi miliaran dolar AS, hal itu jelas melanggar undang-undang. Pemerintah bisa digugat karena keputusannya,” ucap mantan Aktivis ini.
Ia menegaskan, pemerintah tidak boleh sampai menggadaikan aset bangsa hanya untuk mengikuti keinginan pihak asing. Pemerintah harus tegas dan berani bersikap demi kedaulatan bangsa dan negara.
Adrian Napitupulu menambahkan, apabila pada akhirnya bersikap untuk tidak memperpanjang kontrak Freeport, pemerintah harus siap dengan semua konsekuensi, yaitu kehilangan sumber pendapatan berupa pajak dan royalti yang selama ini diterima dari Freeport. Namun ia menegaskan, jika itu yang dilakukan, keuntungan yang diperoleh pemerintah akan lebih besar jika kelak Indonesia mengelola tambang emas dan tembaga di kawasan Papua tersebut.
“Kita Harus Kuat, Kontrak Karya itu sudah mencedrai seluruh eleman bangsa ini, masa Negara buat perjanjian dengan Perusahaan, betapa rendahnya negara kita ini, untuk itu tidak ada kata lain, stop Kontrak karya.” Tutup Adrian Napitupulu. (Erwin S)