Jakarta – Pasca Dewan Pers mengeluarkan surat edaran tertanggal 3 Februari 2017 berisi daftar media yg menurut dewan pers sudah terverifikasi dan akan mendapatkan barkode membuat heboh ratusan wartawan di Jakarta.Image may be NSFW.
Clik here to view.
Ratusan Wartawan ini mengatasnamakan wartawan Jakarta menganggap ada ke anehan dari langkah dewan pers untuk melabeli media-media di tanah air dengan kode tertentu yang disebut dengan barkode. Langkah itu ditempuh dalam rangka mengantisipasi berita hoax atau berita bohong yang belakangan ini banyak dipersoalkan.
Menanggapi surat edaran dari dewan pers, yang konon kabarnya akan ditindaklanjuti dengan permintaan kepada seluruh jajaran pemerintah daerah, TNI dan Polri untuk hanya melayani media-media yang terdaftar tersebut,
Selain itu, Ketua Umum PPWI Nasional, Wilson Lalengke saat bersama ratusan Wartawan Jakarta menyatakan bahwa dewan pers itu sedang linglung. Oleh karena itu, menurut Wilson rakyat Indonesia tidak perlu resah dan merespon biasa saja informasi dari dewan pers itu.
“Saat ini dewan pers kebingungan dan linglung menghadapi perkembangan dunia jurnalisme di tanah air. Rakyat di seluruh tanah air, terutama kalangan jurnalis dan pewarta warga tidak perlu resah, panik, dan reaktif. Tanggapi dengan biasa saja,” himbau lulusan pascasarjana dari Utrecht University, Belanda itu.
Menurut Wilson, kebijakan dewan pers itu berpotensi kontraproduktif terhadap apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh dewan pers dan pemerintah Indonesia. Kebijakan barkode itu bukanlah solusi yang benar dan efektif dalam menghadapi hoax atau berita bohong.
“Bahkan sebaliknya, kebijakan tersebut akan menghasilkan hoax versi baru, yakni berita penuh rekayasa dari pihak pemerintah dan TNI/Polri dan instansi lainnya karena informasi dari mereka hanya bisa diakses oleh media yang sudah “diatur” oleh dewan pers, hal ini akan membuka pintu bagi proses kongkalikong antara sumber berita dengan media yang terbarkode tersebut,” imbuh lulusan PPRA Lemhannas tahun 2012 itu.
Lebih jauh, Wilson menambahkan bahwa dewan pers saat ini sudah semestinya dibubarkan dan diganti dengan sebuah lembaga yang lebih representatif untuk kondisi dunia jurnalisme dan media massa saat ini. Perkembangan teknologi informasi dan publikasi yang telah maju begitu jauh dari era 90-an lalu, dengan berkembangnya ribuan media online, munculnya jutaan pewarta independen di mana-mana, mengakibatkan eksistensi dewan pers sudah ketinggalan zaman.
“Dari namanya saja, sudah tidak relevan dengan kondisi jurnalisme dan publikasi hari ini. Pers berasal dari kata press yang artinya cetak. Jadi konotasinya, dewan pers adalah lembaga yang mengurusi media-media cetak. Wajarlah jika saat ini dewan pers linglung menghadapi media massa di tanah air yang didominasi oleh media non-cetak alias media online,” ujar pria yang juga menyelesaikan pendidikan masternya di Birmingham University, England dan di Linkoping University, Swedia ini.
Masyarakat itu, kata Wilson, bukan butuh barkode, tapi edukasi jurnalistik. Pendidikan jurnalisme dibutuhkan semua pihak, baik wartawan profesional maupun masyarakat umum. Melalui pendidikan dan pelatihan jurnalistik, semua orang akan dimampukan untuk mencerna segala informasi yang diterimanya dengan baik dan benar. Ketika warga sudah cerdas dalam mencerna informasi, mereka juga akan cerdas dalam merespon atau bereaksi terhadap informasi yang mereka terima itu. “Warga yang cerdas informasi juga akan cerdas menyampaikan dan mempublikasikan informasi yang dia miliki termasuk dalam hal menyampaikan gagasan dan idealisme mereka, tidak serampangan, penuh pertimbangan, dan mudah dipahami maksudnya, tidak menimbulkan salah paham bagi pembacanya,” papar Wilson.
Terkait dengan langkah dewan pers yang akan mensosialisasikan kebijakan “media terverifikasi dan terbarkode” nantinya ke berbagai instansi pemerintah dan TNI/Polri, Ketua Umum PPWI Nasional itu menghimbau agar Pemda, TNI/Polri, dan semua pihak meresponnya dengan bijaksana, jangan sampai menimbulkan kegaduhan baru di lapangan terutama dikaitkan dengan semangat transparansi dan akuntabilitas publik yang sedang dibangun oleh semua pihak di semua tempat di negeri ini. “Saya justru menghimbau agar jajaran pemerintah di semua level, TNI dan Polri, berani menolak surat edaran dari dewan pers itu,” pungkas trainer jurnalistik bagi ribuan anggota TNI, Polri, guru, mahasiswa dan masyarakat umum ini.
Sebelum nya, Dewan pers mengeluarkan rilis media yang telah terdaftar antaralain,
1. Media Indonesia
2. Kompas
3. Bisnis Indonesia
4. Pikiran Rakyat
5. Cek & Ricek
6. Siwalima
7. Waspada
8. Analisa
9. Tribun Timur
10. Kedaulatan Rakyat
11. Harian Jogja
12. Suara Merdeka
13. Solo Pos
14. Koran Sindo
15. Sindo Weekly
16. Sumatera Ekspres
17. Radar Palembang
18. Tribul Sumsel
19. Sriwijaya Post
20. Palembang Ekspres
21. Palembang Post
22. Republika
23. Singgalang
24. Padang Ekspres
25. Haluan
26. Berita Pagi
27. Poskota
28. Majalah Investor
29. Suara Pembaruan
30. Kaltim Pos
31. Rakyat Merdeka
32. Balikpapan Pos
33. Tribun Kaltim
34. Jawa Pos
35. Femina
36. Tribun Pekanbaru
37. Bali Post
38. Riau Pos
39. Harian Fajar
40. Metro TV
41. Trans 7
42. ANTV
43. TVOne
44. MNC TV
45. Global TV
46. RCTI
47. iNews TV
48. SCTV
49. Indosiar
50. Trans TV
51. TA TV
52. CTV
53. Celebes TV
54. Balikpapan TV
55. Kompas TV
56. Bali TV
57. JTV
58. Berita Satu News Channel (TV)
59. Radio Elshinta
60. Radio Republik Indonesia
61. Radio DMS Ambon
62. Radio PR FM Bandung
63. Radio Sindotrijaya FM
64. Radio KBR
65. Radio Suara Surabaya
66. Radio Pronews FM
67. LKBN ANTARA
68. Detik.com
69. Okezone.com
70. Kompas.com
71. Viva.co.id
72. Metronewstv.com
73. RMOL.co
74. Arah.com
(Erwin s)