Jakarta, Sumbawanews.com. – Pasca Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah atas pemecatannya dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Selain menetapkan posisi Fahri di parlemen secara hukum, Majelis Hakim yang dipimpin Made Sutrisna juga menjatuhkan denda kepada para tergugat sebesar Rp 30 Miliar kepada Fahri Hamzah.
“Menghukum tergugat I, tergugat II, dan tergugat III secara bersama untuk membayar ganti rugi kepada penggugat secara tunai sebesar Rp 30 miliar,” kata Made Sutrisna , Saat membacakan Putusan di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2016) yang lalu.
Namun, Hingga hari ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sudah dua kali tidak menggubris keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sehingga pengacara Fahri Hamzah , Mujahid Latief SH MH memandang, Partai PKS tidak saja hanya gagal memahami putusan tersebut tapi juga indikasi kuat bahwa PKS tidak taat kepada hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Sebagai sengketa keperdataan seharusnya PKS dapat menerima putusan provisi dan telah dikuatkan oleh putusan tingkat pertama PN Jakarta Selatan dengan mengembalikan status kader dan keanggotaan fraksi Klien kami,” demikian disampaikan Mujahid Latief dalam rilisnya, Rabu (8/3/2017).
Menurut Mujahid, PKS sampai hari ini tidak mau mengakui bahwa Pengadilan telah memenangkan klien-nya. Hal ini ditandai dengan tidak saja menolak mengembalikan status keanggotaan Fahri Hamzah sesuai perintah putusan provisi yang dikuatkan oleh putusan pengadilan tingkat pertama tetapi juga secara siatematis melakukan tekanan dan sosialisasi ke dalam partai bahwa seolah kasus pemecatan Fahri Hamzah sudah selesai (final).
“Ini sangat bertentangan dengan konsep negara hukum dan PKS mencontohkan tindakan yang tidak patut sebagai pilar demokrasi di Indonesia,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Fahri Hamzah dipecat oleh PKS melalui rapat Mahkamah Partai yang disebut Majelis Tahkim tanggal 11 Maret 2016. Keputusan tersebut dikukuhkan oleh surat pemecatan oleh DPP PKS yang dilanjutkan dengan surat Pergantian antar waktu sebagai anggota DPR dan wakil ketua DPR. Namun semua keputusan itu dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan provisi yang telah dikuatkan dengan putusan final PN Jakarta Selatan.
“Sekarang, status klien kami tidak diakui bahwa pengadilan telah mengembalikan haknya secara penuh sebagai kader partai dan anggota fraksi. DPP PKS bahkan melarang mencantumkan nama klien kami dalam daftar anggota fraksi dan melakukan sosialisasi bahwa klien kami gak akan diterima kembali. Sikap ini melawan hukum dan bertentangan dengan etika apapun,” tegasnya.
Memang seperti disaksikan publik, Fahri Hamzah tetap menjalankan tugasnya sebagai anggota dan pimpinan DPR secara produktif, dan bahkan dalam banyak hal Fahri nampak sangat menguasai pekerjaannya. Hal ini karena statusnya sebagai kader PKS, anggota DPR dan pimpinan DPR telah dikukuhkan oleh pengadilan.
Fahri bahkan menganggap statusnya sangat kuat karena keputusan pengadilan. Tetapi, Pimpinan PKS sekarang cenderung tutup mulut dan menganggap keputusan itu tidak berlaku bagi PKS. Dalam Musyawarah Majelis Syuro yang berlangsung tanggal 4-5 lalu agenda kasus Fahri tidak diangkat.
Agenda yang membahas keinginan kader PKS melakukan Islah dalam Rapat Kordinasi Nasional PKS di depok, tanggal 6-9 Maret 2017 ini, juga tidak ada. Bahkan PKS secara siatematis melakukan sosialisasi bahkan tekanan ke dalam kader agar tidak membicarakan masalah Fahri Hamzah lagi. Hal ini sering disampaikan oleh Fahri dalam berbagai kesempatan berjumpa dengan media tetapi meminta agar itu dipahami saja.
Melanjutkan pernyataannya, pengacara Fahri Hamzah menganggap ini gejala yang tidak sehat. “Bagaimanapun gugatan kami telah dikabulkan oleh pengadilan sehingga keputusan pengadilan harus dilaksanakan PKS,” tegasnya. (Erwin S)