Jakarta, Sumbawanews.com. – Pengamat Anggaran Politik dan Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. Meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera mengusut Kasus dugaan penyimpangan dana proyek pembangunan Float Storage Regasification Unit/FSRU di Lampung pada tahun 2011, oleh Dirut PT Perusahaan Gas Negara (PG) Hendi Prio Santoso yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin buram.
“Saya minta KPK agar mengambil alih kasus dugaan penyimpangan dana proyek pembangunan Float Storage Regasification Unit/FSRU di Lampung pada tahun 2011, oleh Dirut PT Perusahaan Gas Negara (PG) Hendi Prio Santoso yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin buram.” Ucap Direktur CBA Uchok Sky Khadafi, Jumat (9/12/2016).
Uchok juga mengatakan, ada kecurigaan terhadap Kejaksaan kenapa sampai saat ini kasusnya di diamkan, “Ya wajarlah kita curiga sama Kejaksaan, Masa sudah di cekal, tapi kok saat ditanya lupa terhadap kasus itu, kan lucu.” Ucap Uchok.
Atas dasar itu, Uchok meminta agar KPK mengambil alih kasus tersebu.”kami minta KPK agar mengambil alih kasus tersebut” Ucap Uchok.
Sebelumnya, dalam pernyataan Kepala Sub Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejagung, Yulianto ditemui di Kejagung akhir pekan kemarin, malah mengaku lupa akan kasus yang pihaknya sempat melakukan cegah dan tanggal atau cekal terhadap Dirut PGN Hendi Prio Santoso.
Bahkan saat dicecar pertanyaan soal status cekal Hendi Prio Santoso, lagi-lagi Yulianto terkesan mengelak, dengan asalan banyak kasus yang tengah ditangani tim penyisdik Kejagung.
“Maaf saya lupa, kasus yang mana ya. Soalnya banyak sekali perkara yang kita kerjakan,” kilahnya sambil berlalu.
Sedang Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyahsat dikonfirmasi Beritabuana.co, juga hanya mengatakan kalau proses penyidikan masih terus berlanjut. Namun dia menolak untuk menjelaskannya secara detail. “Masih proses, Ok,” katanya.
Bahkan Armin dengan nyata menyatakan bahwa cekal untuk Hendri tidak akan diperpanjang. Artinya, Hendri akan lolos dengan begitu saja atas kasus dugaan korupsi di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) senilai USD 400 juta.
“Nggak, nggak, tidak ada perpanjangan (cekal) itu,” jawab Jampidsus singkat. Bukan Kewenangannya, Sementara itu, salah satu staf humas di PT PGN, Rama saat dihubungi enggan memberikan komentar soal kasus boss-nya itu. Alasannya, bukan kewenangan dia untuk memberi penjelasan.
Padahal sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Trimedia Panjaitan berkeyakinan pihak Kejagung bakal meningkatkan status Dirut PGN Hendi Prio Santoso menjadi tersangka. Apa lagi, yang bersangkutan sudah dicekal sejak bulan April yang lalu.
“Kalau sudah dicekal, ada dugaan kuat akan naik statusnya, hal ini untuk mempermudah pemeriksaan sehingga ada upaya pencekalan,” kata Trimedia menjawab Beritabuana.co di Gedung DPR RI, Kamis (13/10) lalu.
Melanjutkan pernyataannya, politisi PDI Perjuangan ini menyatakan jika sampai lama belum ada tindakan lebih lanjut oleh Kejakgung,maka status cekal Hendi Prio harus diperpanjang lebih dahulu.
“Cekalnya bisa diperpanjang,” tambahnya seraya mendorong Kejakgung untuk mengintensifkan pemeriksaan kasus dugaan korupsi di perusahaan negara itu.
Hendi Prio Santoso sendiri meskipun sudah pernah dicekal, namun hingga saat ini masih aktif menjabat sebagai Dirut PT PGN. Padahal menurut Undang-undang No.6 tahun 2011 tentang Imigrasi disebutkam bahwa seseorang dapat dicegah ke luar negeri, jika yang bersangkutan sudah berstatus sebagai tersangka dan atau saksi yang diduga kuat terlibat tindak pidana.
Kasus ini semula dilaporkan oleh Energy Watch Indonesia. Seperti diketahui, proyek FSRU Lampung ini rampung pada 2014. Sejak itu, PGN mulai menjual gas yang dihasilkan dari fasilitas tersebut kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik Muara Tawar di Bekasi.
Volume penjualannya sebesar 40,5 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dengan harga US$ 18 per MMBTU, Namun, kontrak jual-beli gas tersebut nyatanya terhenti sejak Januari lalu. Meski mangkrak, PGN terus membayar biaya operasional fasilitas tersebut sehingga dinikai telah menimbulkan kerugian negara.
Selain itu, Energy Watch Indonesia menilai investasi menara sandar kapal di FSRU Lampung senilai US$ 100 juta ini terlalu mahal. Begitu juga dengan pembangunan jaringan pipa lepas pantai sepanjang 30 hingga 50 kilometer dari fasilitas ini ke jaringan transmisi Sumatera Selatan-Jawa Barat dan fasilitas penjualan pendukung lainnya sebesar US$ 150 juta.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari laporan Energy Watch Indonesia yang menduga adanya penyimpangan dana proyek pembangunan Float Storage Regasification Unit (FSRU) di Lampung pada tahun 2011. Sedangkan kegiatan proyek itu berlangsung hingga tahun 2014. Setelah itu PT PGN mulai menjual gas untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik Muara Tawar di Bekasi.
Namun kontrak jual-beli gas itu terhenti sejak Januari 2016 lalu hingga membuat fasilitas menjadi mangkrak. Meski begitu, PGN terus membayar biaya operasional fasilitas tersebut sehingga menimbulkan kerugian negara miliaran rupiah. (Erwin S)